Hikmah Dibalik Konflik Partai Demokrat SBY,AHY vs Moeldoko
HAIMEDIA.ID, Jakarta – AHY, anda sedang diuji oleh zaman, apakah anda layak untuk dijadikan pemimpin bangsa ini. Bukankah AHY sudah mendeklarasikan dirinya untuk ikut dalam pertarungan calon presiden RI di 2024.
Nah, Salah satu ukurannya adalah apakah anda bisa melewati badai Partai Demokrat hari ini.
Ayo lakukan konsolidasi, tunjukan kualitas sebenarnya dirimu. Kalau ingin jadi pemimpin bangsa, jadikan dirimu lebih besar dari Partai Demokrat. Jangan cengeng, bangun kepercayaan konstituenmu.
Kalau anda menuduh KLB Medan ada campur tangan penguasa, lawan dengan menancapkan pengaruh ke konstituen lebih dalam lagi.
Seperti Ibu Megawati, di zaman orde baru dulu. Kalau ternyata Partai Demokrat tidak bisa diselamatkan untuk tetap menjadi perahumu, buat partai lagi, toh membuat partai baru adalah pekerjaan mudah di era demokrasi sekarang. Yang susah adalah merawat konstituen agar tetap berada di belakangmu. AHY, anda tinggal pilih menjadi pemimpin sebenarnya yang teruji perjuangannya atau hanya menjadi anak manja yang menerima barang mainan dari orang tua, terus bingung ketika mainan direbut orang lain
Pak Moeldoko, anda seorang Jenderal, yang sedang dalam pemerintahan. Pengalamanmu mengelola banyak persoalan tentu sudah teruji. Karakter pemimpin begitu kental pada dirimu. Namamu juga sudah digadang-gadangkan dalam konstalasi pilpres 2024. Masalahnya, langkah anda merebut Partai Demokrat dari oligarki keluarga Cikeas, menjadi pro kontra. Namanya Pro Kontra ada yang mendukung sekaligus ada yang menghujat. Dan yang lebih berat lagi, Jokowi sebagai Presiden, yang sekaligus sebagai atasanmu di pemerintahan ikut terbabit dihujat oleh kader Partai Demokrat yang kontra dan di tambah kekuatan oposisi pemerintah, yang seperti mendapat isu dan energi baru untuk menghantam pemerintahan ini.
Tapi Bapak, saya setuju langkah politik anda yang tidak mau kehilangan momentum. Kualitas kepemimpinan anda akan teruji, seberapa hebat anda mengatur strategi memenangkan peperangan ini. Ini bukan perang yang biasa dan menjadi ahlinya seorang Jenderal seperti anda. Ini perang politik, yang intinya adalah siapa yang bisa merebut hati konstituen demokrat yang besar, akan menjadi pemenangnya. Tapi prinsipnya hampir sama saja Jenderal, tinggal penyesuaian penyesuaiannya saja.
Pak Moeldoko, saya pernah menyatakan di media bahwa masuk partai politik, menjadi pengurus bahkan ketua umum sebuah partai politik adalah pekerjaan halal dan baik, serta dilindungi oleh konstitusi. Jadi jangan mundur akibat ada yang kontra tentang pilihan jalan politik sekarang ini. Terhadap desakan supaya anda mundur dari jabatan KSP juga tidak ada dasarnya. Jelaskan saja dengan Pak Jokowi sebagai atasan di pemerintahan, bahwa langkah politik ini adalah langkah konstitusional, dan Partai Demokrat adalah milik publik, serta pasti banyak hikmahnya untuk konsolidasi demokrasi Indonesia hari ini, minimal situasi ini akan menjadi pelajaran bagi pendewasaan semua partai politik yang ada.
Pak SBY, menjadi Presiden RI 10 tahun lamanya. Popularitasnya saat menjadi Presiden sangat tinggi, diatas 65 %. Popularitas setinggi itu effektif membawa rakyat untuk menjadi konstituennya Partai Demokrat, tempat Pak SBY bernaung. Pak SBY juga seorang Jenderal yang sempurna, pintar, ahli strategi dan pemimpin yang berwibawa. Kecerdasan Pak SBY itu lengkap, bukan hanya di militer tetapi juga sosial dan politik.
Narasi pemerintah hari ini yang menyatakan tidak ikut campur persoalan internal partai politik sebenarnya berasal dari narasinya Pak SBY juga dahulu. Dan dahulu kita percaya apa yang disampaikan Pak SBY untuk tidak ikut campur tangan, sekarang juga kita percaya ketika Pak Jokowi bilang tidak ikut campur tangan urusan internal Partai Politik.
Karena memang sebenarnya penyelesaian konflik partai politik tidak ada sangkut pautnya dengan rezim yang berkuasa. Penyelesaian konflik sebuah partai politik diatur didalam UU Partai Politik, dimana jalur yang digunakan adalah melalui Mahkamah Partai. Jika Mahkamah Partai tidak berhasil menyelesaikan, maka pengadilan sampai ke tingkat paling tinggi (Kasasi, Mahkamah Agung) adalah kata akhir penyelesaiannya. Sedang Menkumham hanya petugas administrasi yang mencatatkannya dalam lembar negara bagi Partai yang melakukan registrasi. Masak Pak SBY tidak paham dengan prosedur ini ? Kan zamannya Pak SBY menjadi Presiden prosedur ini di bakukan.
Jadi, menuduh Pak Jokowi terlibat, atau mendorong Pak Jokowi untuk ikut campur menertibkan Pak Moeldoko adalah melanggar UU Partai Politik itu sendiri.
Dan sepengetahuan saya tentang Pak Jokowi, beliau taat hukum dan taat prosedur, dan belajar dari Pak SBY juga tentang mengelola negara ini, maka beliau tidak akan ikut campur urusan internal Partai Politik, juga beliau tidak akan membatasi hak politik Pak Moeldoko dimana Hak Politik tersebut di lindungi oleh konstitusi.
Para Kader Partai Demokrat yang pro maupun kontra KLB Medan, tidak ada partai di Indonesia ini yang akan lepas dari konflik internal. Sepertinya di dunia ini juga tidak ada partai politik yang lepas dari konflik internal. Konflik internal adalah hukum besi di sebuah partai politik, cepat atau lambat. Konflik internal juga sebagai agregasi terhadap kader dan calon pemimpinnya. Yang membedakannya adalah resolusi konfliknya.
Kualitas pemimpinnya akan menunjukkan apakah konflik internal menyebabkan kehancuran atau justru menjadi vitamin baru untuk sebuah kedewasaan dan kebesaran.
Coba kita ingat ingat, PDIP berkonflik, melahirkan banyak partai sempalan, tapi kualitas Megawati menyebabkan hanya dibawah kepemimpinannya yang tetap eksis. Golkar juga berkonflik, tapi mereka canggih, seluruh pecahannya ikut menjadi partai besar dan eksis di Indonesia ini, seperti Gerindra, Nasdem, Hanura dan Berkarya.
PKB juga punya banyak sempalannya, tapi Gus Dur bilang PKB itu telurnya sementara yang lain adalah taik ayam yang menempel di telur.
Jadi, santai saja, tidak ada partai yang tidak berkonflik, dan tidak ada konflik yang tiada akhir. Biasanya menjelang pemilu semua konflik akan selesai, dan kembali rakyatlah yang akan menentukan siapa pemenangnya.
Menjaga konstituen setia jauh lebih susah dibanding membuat sebuah partai baru di era demokrasi modern sekarang ini.
Oleh : Lukman Edy
(Dewan Pakar IMI, Mantan Sekjen DPP PKB)